Wawancara (bahasa Inggris: interview) merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya. Wawancara dilakukan dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan dari pewawancara kepada narasumber.
Ankur Garg, seorang psikolog menyatakan bahwa wawancara dapat menjadi alat bantu saat dilakukan oleh pihak yang mempekerjakan seorang calon/ kandidat untuk suatu posisi, jurnalis, atau orang biasa yang sedang mencari tahu tentang kepribadian seseorang ataupun mencari informasi.
Jurnalistik
Dalam bidang jurnalistik wawancara menjadi salah satu cara mendapatkan informasi bahan berita. Wawancara biasanya dilakukan oleh satu atau dua orang wartawan dengan seseorang atau sekelompok orang yang menjadi sumber berita (narasumber). Lazimnya dilakukan atas permintaan atau keinginan wartawan yang bersangkutan.
Sedangkan dalam jumpa pers atau konferensi pers, wawancara biasanya dilaksanakan atas kehendak sumber berita.
Bentuk wawancara
Bentuk-bentuk wawancara antara lain:
- Wawancara berita dilakukan untuk mencari bahan berita.
- Wawancara dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.
- Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon.
- Wawancara pribadi.
- Wawancara dengan banyak orang.
- Wawancara dadakan / mendesak.
- Wawancara kelompok dimana serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya.
Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga ditentukan oleh perilaku, penampilan, dan sikap wartawan. Sikap yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif. Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh penguasaan permasalahan dan informasi seputar materi topik pembicaraan baik oleh nara sumber maupun wartawan.
Jenis-Jenis wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
- Wawancara bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak terkendali.
- Wawancara terpimpin
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci.
- Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis besar.
TEKNIK-TEKNIK WAWANCARA
1] Menumbuhkan rasa percaya
Setiap wawancara adalah pertandingan. Pewawancara selalu menempatkan diri dalam posisi inferior karena dialah pihak yang meminta. Agar menjadi pertandingan persahabatan, lawan bicara harus didekati secara halus. Dihubungi pertama kali secara tertulis lebih nyaman ketimbang lewat telepon. Penting sekali meyakinkan narasumber betapa berharganya testimoninya dan menjamin bahwa tentu saja, apa pun yang dikatakan takkan dipublikasikan tanpa seizinnya
2] Mempersiapkan diri sematang-matangnya
Cara menanyai pejabat, pegawai negeri, kepala perusahaan, atau penulis tidaklah sama. Tetapi, siapa pun narasumbernya, wawancara akan membuahkan hasil hanya jika dipersiapkan dengan cermat.
Saya meminta wawancara dengan Caesar hanya ketika saya merasa siap menghadapi konfrontasi itu. Saya merasa siap setelah mengumpulkan data dan dokumentasi sebanyak mungkin tentang dirinya, para kawan serta musuh. Dan, ketika “panduan wawancara” sudah dirumuskan. Yaitu, menulis daftar pertanyaan yang cukup terperinci dan jitu sehingga dapat menghadang manuver-manuver pengalihannya nanti dan terus mendorongnya saat ia mulai memojokkan diri.
3] Memilih strategi yang tepat
Ada 3 jenis wawancara yang hasilnya tidak sama:
Wawancara terarah: mengajukan pertanyaan yang amat merinci dan menolak ketika mulai melantur atau menjawab dengan samar. Metode ini sangatlah agresif, berlaku untuk format singkat, tipe vox pop: 3 pertanyaan, 3 jawaban, masing-masing 5 baris. Caesar tidak diminta bicara untuk vox pop!
Wawancara tidak terarah: mengajukan pertanyaan introduksi yang sangat terbuka dan membiarkan narasumber bermonolog sesuka hati. Gaya mengalah ini berguna untuk mengorek kepribadian lawan bicara jika kita tidak mengetahui apa pun tentang dirinya. Tapi, jarang menghasilkan informasi. Jika saya membiarkan Caesar bermonolog, tentu saja ia takkan mengungkap apa pun tentang dana-dana gelapnya itu.
Wawancara semi-terarah: adalah yang paling sesuai dengan praktek jurnalisme. Mengajukan secara silih-berganti pertanyaan terbuka dan tertutup, pertanyaan umum dan terperinci. Gaya selang-seling ini memancing tanggapan, memudahkan dialog, membangun rasa berbagi, bahkan hubungan kerjasama
4] Memilih tempat yang tepat
Jangan pernah mewawancarai orang di sembarang tempat.
5] Memilih nada yang tepat
Wawancara merupakan pertandingan, tapi bukan pertandingan tinju. Sebaliknya, ini ajang face to faceyang bersifat ambigu dan di mana masing-masing berupaya memikat lawan bicaranya. Sikap agresif dari pewawancara sama saja bertindak kontra-produktif. Dengan bersikap sengit, anda takkan mendapatkan pengakuan atau curahan perasaan apa pun. Yang diwawancarai bukanlah musuh dari yang mewawancarai. Tujuannya bukan memprovokasi, bertarung, atau membantai. Tujuannya menjalin hubungan yang dilandasi sikap saling hormat selama diskusinya berlangsung. Nada yang tepat adalah nada netral, toleran, atau baik hati.
6] Menguasai cara bertanya
Kita takkan menumbuhkan rasa percaya lawan bicara dengan pertanyaan bias, bermakna ganda, atau di luar pokok bahasan. Cara yang baik membawakan wawancara: menyusun pertanyaan yang jelas, terperinci, setiap kata dipertimbangkan, dan dikemukakan dalam urutan logis seputar persoalan utama. Dan yang isinya konsisten dan bernalar sehingga narasumber tahu bahwa pewawancara menguasai tema atau materi pembahasan dengan baik. Karena inilah “panduan wawancara” yang sudah dirumuskan sebelumnya menjadi penting, yaitu agar bisa tetap memegang kendali diskusinya kendati jawaban narasumber cenderung “melenceng”.
7] Mengajukan pertanyaan yang tepat
Pertanyaan yang baik adalah: yang jelas, terperinci, mudah dipahami, netral, disusun sedemikian rupa sehingga tidak memuat jawabannya. Namun, memuat makna yang cukup dalam agar jawaban nantinya membuat pewawancara semakin maju mendekati apa yang ingin diperoleh dari narasumber. Bisa berupa “sub-pertanyaan”. Untuk mengajukan “sub-pertanyaan” yang tepat pada waktu yang tepat, maka materi harus dikuasai sepenuhnya oleh pewawancara. Akan berhasil, seiring dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan
8] Menolak sensor diri
Ada kalanya pertanyaan bagus menyebabkan seseorang menghindar atau menolak untuk menjawab. Tapi pewawancara janganlah menyerah. Sebagai “pencari kebenaran”, ia dituntut untuk bertanya kembali, dengan sopan dan tenang, secara jelas, setidaknya satu kali. Apabila pengulangan pertanyaan itu masih tidak membuahkan hasil yang lebih baik, penolakan narasumber tersebut menjadi fakta gamblang.
9] Mentranskrip tanpa mengubah
Dengan merekam wawancara, wartawan terlepas dari tuntutan mencatat secara kontinyu, dan memberi jaminan pada narasumber bahwa perkatannya takkan terdistorsi. Tapi alat rekam hanya digunakan seizinnya dan wartawan harus bersedia mematikannya jika diminta. Demi sopan-santun rekaman juga kita hentikan atas inisiatif sendiri, jika pembicaraan terpecah, misalnya akibat panggilan telepon. Menggunakan alat rekam bukan berarti terbebas dari membuat catatan, sepanjang diskusi, khususnya mengenai hal-hal yang takkan ada dalam rekamannya: saat tersenyum, meringis, ragu-ragu, gerak-gerik tanpa sadar
10] Menyimpulkan tanpa ambiguitas
Walaupun semua aturan main sudah ditentukan sebelumnya, untuk menghindari salah paham, di akhir wawancara wartawan harus memastikan kepada narasumber bagaimana penuturannya itu akan disajikan. Dipublikasikan secara utuh dalam bentuk “tanya-jawab”, sebagian saja dalam bentuk cuplikan bebas atau ditentukan atas kesepakatan bersama, atau dengan syarat boleh dibaca sebelum terbit, dan lain sebagainya.
Sikap-Sikap yang Harus Dimiliki Pewawancara
Saat melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, sikap-sikap yang harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai berikut:
- Netral; artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah merekam seluruh keterangan dari responden, baik yang menyenangkan atau tidak.
- Ramah; artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat si responden.
- Adil; artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden dengan sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua responden bagaimanapun keberadaannya.
- Hindari ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari ketegangan, jangan sampai responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang, responden berhak membatalkan pertemuan tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak menuliskan hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan pembicaraan agar terarah.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar